Kisah Abu Dzar Al Ghifari, Bukti Kebenaran Sabda Nabi ﷺ

Nama dan Nasab Abu Dzar

Nama asli Abu Dzar Al-Ghifari adalah Jundub bin Junadah Al-Ghifari. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan sejarawan tentang nama asli Abu Dzar. Ada yang mengatakan Jundub bin Abdullah, dan ada juga yang mengatakan Jundub bin As-Sakan. Namun, nama yang masyhur adalah Jundub bin Junadah. Ibunya bernama Ramlah binti Al-Waqi'ah Al-Ghifariyah, dan ibunya sudah memeluk Islam.

Abu Dzar adalah seorang laki-laki Arab yang berkulit sawo matang, berpostur tinggi kurus, rambut serta janggutnya putih.

Abu Qilabah (tabi'in) berkata tentang seseorang dari Bani Amir,
"Aku memasuki masjid di Mina, kulihat laki-laki tua yang kurus berkulit sawo matang. Ia mengenakan pakaian Qitri, aku pun tahu dia itu Abu Dzar, karena sifat-sifat fisiknya itu."

Abu Dzar Pada Zaman Jahiliyah

Abu Dzar radhiyallahu 'anhu dilahirkan di Kabilah Ghifar, sebuah kabilah yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Kabilah ini terkenal sebagai perampok, mereka adalah begal bagi para musafir serta pedagang, mereka merampas harta dengan paksa dan kekuatan.

Abu Dzar adalah salah seorang dari mereka, bahkan ia lebih hebat lagi. Terkadang ia membegal sendirian tanpa rombongan, dia sergap orang-orang dengan kudanya di kegelapan pagi, atau bahkan tanpa tunggangan sekalipun. Seakan-akan ia seperti hewan buas yang menerkam, ia lepaskan korbannya dalam kondisi hidup. Namun, ia rampok apapun yang ia inginkan, meskipun demikian, Abu Dzar adalah seorang yang percaya dengan Tuhan.

Abu Dzar radhiyallahu 'anhu berkata,
"Suatu hari, Abu Bakar memegang tanganku, lalu ia berkata, "Abu Dzar !"

Aku menjawab, "Iya, Abu Bakar."

Abu Bakar bertanya, "Apakah engkah menyembah Tuhan di masa jahiliyah ?"

Abu Dzar menjawab, "Iya, aku teringat dulu berdiri saat matahari terbit, aku senantiasa shalat sampai aku merasa kepanasan. Lalu aku menyungkurkan diri seakan tersembunyi."

Abu Bakar kembali bertanya, "Ke arah mana engkau menghadap ?"

Abu Dzar menjawab, "Tidak tahu, ke arah mana saja Allah ﷻ hadapkan. Hal itu terus kulakukan sampai aku memeluk Islam."

Pada masa jahiliyah, abu Dzar mengucapkan laa ilaaha illallah (لااله الاالله), dan dia tidak menyembah berhala.

Satu Kabilah Memeluk Islam

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, Abu Dzar radhiyallahu 'anhu berkata,
"Aku adalah seorang yang berasal dari Ghifar. Lalu, sampai kabar kepada kami bahwa ada seorang laki-laki di Mekkah mengaku sebagai nabi.

Aku (Abu Dzar) berkata kepada saudaraku, "Temuilah orang itu, lalu kabarkan padaku tentang dia."

Saudaraku pun berangkat, kemudian ia kembali.

Aku berkata, "Kabar apa yang kau bawa ?"

Ia menjawab, "Demi Allah, aku melihat seseorang yang mengajak kepada kebaikan serta melarang kejahatan."

Aku berkata, "Kabarmu itu tidak cukup memuaskan ku."

Aku pun mengambil kantong (semacam tas untuk safar) dan tongkat, kemudian berangkat ke Mekkah, padahal aku tidak tahu orang yang mengaku nabi itu yang mana. Namun, aku tidak mau bertanya yang mana orangnya, lalu aku minum air zamzam dan tinggal di mesjid.

Lalu Ali bin Abi Thalib lewat menemui ku dan ia berkata, "Sepertinya engkau ini orang asing ?"

Aku menjawab, "Iya."

Ali berkata, "Mari tinggal di rumahku."

Aku pun pergi bersamanya, dia tidak bertanya apapun padaku dan aku juga tidak memberi tahunya tujuanku. Saat pagi tiba, aku pergi ke mesjid untuk bertanya tentang orang yang mengaku nabi itu. Namun, tidak ada seorang pun yang memberi tahuku tentangnya.

Aku bertemu kembali dengan Ali bin Abi Thalib, lalu ia berkata, "Apakah engkau sudah tahu mau tinggal dimana ?"

Aku menjawab, "Belum."

Ali berkata, "Kalau begitu tinggallah lagi bersamaku."

Lalu Ali bertanya, "Apa keperluanmu dan mengapa datang ke Mekkah ?"

Aku menjawab, "Jika engkau rahasiakan, maka akan aku beri tahu."

Ali menjawab, "Aku akan merahasiakannya."

Aku bercerita, "Sampai kabar kepada kami bahwa di sini ada seseorang yang mengaku sebagai nabi, lalu aku utus saudaraku untuk berbicara dengannya. Saat dia kembali, dia membawa kabar yang tidak memuaskanku, maka aku pun ingin menemuinya."

Ali berkata, "Engkau seorang yang mendapat petunjuk, aku akan berjalan menuju tempatnya. Ikuti aku dan masuklah di tempat aku masuk. Kalau sampai ada seseorang yang melihatmu, aku khawatir mereka akan melakukan sesuatu kepadamu."

Aku berkata, "Aku akan berdiri di dinding dan pura-pura memperbaiki sendalku, lalu pergilah."

Ali pun pergi, lalu aku mengikutinya sampai ia masuk ke tempat nabi dan aku pun ikut masuk. Saat bertemu nabi, aku berkata, "Sampaikan Islam padaku."

Beliau ﷺ pun menyampaikannya, lalu saat itu juga aku memeluk Islam.

Nabi ﷺ berkata, "Abu Dzar, rahasiakan lah keislamanmu ini. Pulanglah ke negerimu, jika engkau sudah mendengar kekuatan kami, barulah engkau datang lagi."

Aku berkata, "Demi yang mengutusmu dengan kebenaran, aku akan meneriakkan hal ini di tengah-tengah mereka."

Lalu Abu Dzar pergi menuju mesjid, saat itu kaum Quraisy telah berkumpul di sana, lalu ia berkata, "Hai orang-orang Quraisy, sungguh aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang benar kecuali Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad ﷺ adalah hamba serta utusan-Nya."

Mereka berkata, "Ayo tangkap orang murtad ini !"

Merekapun menghampiriku serta memukuliku dengan niat untuk membunuhku. Lalu Abbas datang mengangkatku yang telah tersungkur.

Ia (Abbas) berkata kepada orang Quraisy, "Celaka kalian ini ! Kalian ingin membunuh seseorang dari Ghifar ? Sementara jalur perdagangan kalian melewati perkampungan orang-orang Ghifar !"

Mereka pun berhenti memukuliku. Keesokan paginya, aku meneriakkan di tengah-tengah orang Quraisy perkataanku yang kemarin, lalu mereka berkata, "Bereskan orang murtad ini !"

Respon mereka sama seperti kemarin, lalu Abbas menolongku lagi dan mengatakan ucapannya yang kemarin juga."

Abu Dzar memeluk Islam setelah 4 orang memeluk Islam. Artinya, dia orang yang kelima, sehingga ia pun menempati kedudukan yang tinggi di tengah para sahabat. Di masa keislamannya, Nabi ﷺ mempersaudarakannya dengan Al-Mundzir bin Amr, seorang sahabat yang berasal dari Bani Sa'adah. Al-Mundzir adalah seorang pemberani yang mengejar mati syahid.

Pengaruh Nabi Muhammad ﷺ Pada Diri Abu Dzar

Rasulullah ﷺ mempunyai pengaruh yang kuat bagi para sahabatnya, termasuk Abu Dzar radhiyallahu 'anhu. Abu Dzar termasuk orang yang lama bersahabat dengan Nabi ﷺ, sehingga banyak hal yang ia teladani dari Rasulullah ﷺ.

Dari Hatib, Abu Dzar berkata,
"Tidak ada sesuatu pun yang ditinggalkan oleh Rasulullah ﷺ yang dimasukkan Jibril serta Mikail ke dada Beliau ﷺ, kecuali juga Beliau ﷺ masukkan di dadaku."

Kemudian Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan kepada Abu Dzar, bahwa dzikir itu bernilai sedekah.
عَنْ أَبي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ أَبُو ذَرٍّ يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَصْحَابُ الدُّثُورِ بِالْأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّي وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَلَهُمْ فُضُولُ أَمْوَالٍ يَتَصَدَّقُونَ بِهَا وَلَيْسَ لَنَا مَالٌ نَتَصَدَّقُ بِهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا ذَرٍّ أَلَا أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ تُدْرِكُ بِهِنَّ مَنْ سَبَقَكَ وَلَا يَلْحَقُكَ مَنْ خَلْفَكَ إِلَّا مَنْ أَخَذَ بِمِثْلِ عَمَلِكَ قَالَ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ تُكَبِّرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَتَحْمَدُهُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَتُسَبِّحُهُ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَتَخْتِمُهَا بِلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ لَهُ ذُنُوبُهُ وَلَوْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Abu Dzar berkata, "Wahai Rasulullah ﷺ, orang-orang kaya membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, mereka mempunyai kelebihan harta yang mereka sedekahkan, sementara kami tidak memiliki harta untuk bersedekah."

Kemudian Rasulullah ﷺ berkata, "Wahai Abu Dzar, maukah engkau aku ajarkan beberapa kalimat yang dengannya engkau bisa menyusul orang yang telah mendahului mu serta orang yang di belakangmu tidak dapat mengejarmu, kecuali mereka mengerjakan apa yang engkau kerjakan ?"

Abu Dzar menjawab, "Tentu, Wahai Rasulullah ﷺ."

Kemudian Beliau ﷺ bersabda, "Engkau bertakbir 33 kali setiap selesai shalat, bertahmid 33 kali, bertasbih 33 kali, dan ditutup dengan ucapan "Laa Ilaaha Illallaahu Wahdahu Laa Syariikalahu, Lahul Mulku Wa Lahul Hamdu Wa Huwa 'Alaa Kulli Syai-in Qadiir" - Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya seluruh kerajaan, dan bagi-Nya segala puji, dan Dia Maha Mampu melakukan segala sesuatu- niscaya dosa-dosanya akan diampuni walaupun sebanyak buih lautan." (Sunan Abu Daud, Nomor 1286)

Zuhud dan Sederhananya Abu Dzar

Ada seseorang berkata kepada Abu Dzar radhiyallahu 'anhu,
"Apakah engkau tidak tertarik menguasai suatu wilayah seperti Thalhah dan Az-Zubair ?"

Abu Dzar menjawab,
"Apa yang akan kulakukan dengan menjabat sebagai pemimpin ? Cukup bagiku setiap hari dengan tegukan air, nabidz (air kurma), atau susu, dan setiap pekannya satu takaran gandum."

Abu Dzar berkata,
"Di zaman Rasulullah ﷺ, makananku hanyalah satu sha' kurma, dan aku tidak tertarik menambahnya hingga aku bertemu dengan Allah ﷻ (wafat)."

Rasulullah ﷺ memuji Abu Dzar dengan berkata,
ما تُقِلُّ الغبراءُ ولا تظلُّ الخضراءُ من ذي لهجةٍ أصدَقَ ولا أوفى من أبي ذَرٍّ شبيهِ عيسى ابنِ مريمَ فقامَ عمرُ بنُ الخطَّابِ فقالَ يا رسولَ اللَّهِ فنعرِفُ ذلكَ لهُ قالَ نعم فاعرِفوهُ لَهُ

"Tidaklah ada di atas bumi dan di bawah kolong langit ini seorang yang lebih jujur ucapannya dan lebih memenuhi janjinya dari pada Abu Dzar. Ia mirip dengan Isa bin Maryam (dalam zuhud dan tawadhu')."

Umar berdiri dan menanggapi perkataan Rasulullah ﷺ, "Wahai Nabi Allah, apakah kita mengetahui kedudukan tersebut untuknya ?"

Nabi ﷺ menjawab, "Iya, ketahuilah untuknya." (HR. At-Tirmidzi, 3802)

Abu Dzar Setia Bersama Nabi ﷺ Meskipun Dalam Kondisi Sulit

Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu berkata,
"Saat Rasulullah ﷺ berjalan menuju Tabuk, sebagian orang tidak turut serta dalam pasukan. Kemudian para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah ﷺ, si Fulan tidak ikut."

Beliau ﷺ menjawab, "Biarkan saja. Jika pada dirinya ada kebaikan, maka Allah ﷻ akan menyusulkannya menuju kalian. Jika memang dia orang yang buruk, maka Allah ﷻ akan membuat kalian nyaman dengan ketidak kehadirannya."

Lalu ada yang berkata, "Wahai Rasulullah ﷺ, Abu Dzar juga tidak ada dalam pasukan, hewannya membuat ia terhambat."

Beliau ﷺ menjawab, "Biarkan dia. Jika pada dirinya ada kebaikan, maka Allah ﷻ akan menyusulkannya menuju kalian. Jika memang dia orang yang buruk, maka Allah ﷻ akan membuat kalian nyaman dengan ketidak kehadirannya."

Saat itu Abu Dzar sedang kesal, ia mencela hewan tunggangannya sendiri. Saat si hewan semakin menghambatnya, ia ambil barang-barangnya dan ia pikul di pundaknya. Lalu ia berangkat dengan berjalan kaki mengikuti Rasulullah ﷺ.

Rasulullah ﷺ berhenti di suatu tempat, lalu ada seseorang yang melihat Abu Dzar dan berkata, "Wahai Rasulullah ﷺ, ada seseorang yang tengah berjalan."

Rasulullah ﷺ berkata, "Mudah-mudahan itu Abu Dzar."

Setelah diamati, lalu para sahabat mengatakan, "Wahai Rasulullah ﷺ, benar bahwa itu Abu Dzar."

Rasulullah ﷺ bersabda, "Semoga Allah ﷻ merahmati Abu Dzar, ia berjalan sendirian, wafat dalam kondisi sendirian, dan dibangkitkan sendirian."

Abu Dzar Meriwayatkan Hadits

Abu Dzar radhiyallahu 'anhu berkata,
سأَلْتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم هل رأَيْتَ ربَّكَ فقال نُورٌ أنَّى أراه

"Aku bertanya kepada Rasulullah ﷺ, "Apakah Engkau melihat Rabb-mu (saat mi'raj) ?"

Rasulullah ﷺ menjawab, "Yang kulihat hanyalah cahaya." (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Ausath)

Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah ﷺ,
قلتُ يا رسولَ اللهِ ألا تستعمِلُني قال فضرب بيدِه على مَنكِبي ثمَّ قال يا أبا ذرٍّ إنَّك ضعيفٌ وإنَّها أمانةٌ وإنَّها يومَ القيامةِ خِزيٌ وندامةٌ إلَّا من أخذها بحقِّها وأدَّى الَّذي عليه فيها

"Wahai Rasulullah ﷺ, tidakkah Engkau memberiku tugas (jabatan) ?"

Beliau ﷺ menepuk pundakku dan berkata, "Abu Dzar, engkau seorang yang lemah. Sementara jabatan itu amanah, dan hal itu di hari kiamat menjadi kehinaan serta penyesalan, kecuali bagi mereka yang mengambilnya dengan benar serta menunaikannya." (HR. Muslim)

Abu Dzar Bersama Para Sahabat

1. Abu Dzar Bersama Mu'awiyah

Zaid bin Wahb berkata,
"Aku melewati Rabadzah, ternyata di sana ada Abu Dzar radhiyallahu 'anhu. Lalu aku berkata kepadanya, "Apa yang menyebabkanmu bisa tinggal di sini ?"

Ia menjawab, "Sebelumnya aku tinggal di Syam, lalu aku bertukar pendapat dengan Mu'awiyah mengenai ayat,

وَا لَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَا لْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ

"...Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah..." (QS. At-Taubah 9 : Ayat 34)

Mu'awiyah mengatakan, "Ayat tersebut turun berkaitan dengan ahlul kitab."

Sementara aku berpendapat, "Ayat itu turun berkaitan dengan kondisi kita sekarang (yang bermewahan)."

Karena itu, terjadi perselisihan antara aku dengannya, ia pun menulis surat kepada Utsman dan mengadukan perihal ku, lalu Utsman memerintahkan ku untuk datang ke Madinah.

Orang-orang berkumpul seakan mereka belum pernah berjumpa denganku sebelumnya. Kemudian aku menyampaikan kepada Utsman pendapatku tentang ayat itu, ia lalu menanggapi dengan berkata, "Jika engkau mau, engkau bisa mengasingkan diri di tempat yang dekat dengan Madinah."

Karena inilah aku sekarang berada di sini. Seandainya yang memerintahku seorang Habasyi sekalipun, aku akan mendengar dan taat."

2. Abu Dzar Bersama Ubay bin Ka'ab

Abu Dzar radhiyallahu 'anhu berkata,
"Aku masuk mesjid di hari Jumat. Saat itu Nabi ﷺ sedang berkhutbah, lalu aku duduk di dekat Ubay bin Ka'ab. (Saat shalat) Nabi membaca Surah Bara'ah (At-Taubah).

Aku berkata kepada Ubay, "Kapan surat ini diturunkan ?"

Namun, ia hanya menatapku dan tidak menjawab, lalu aku diam beberapa saat. Setelah itu aku bertanya lagi kepadanya. Tetapi, ia tetap menatapku dan tidak berbicara. Aku diam lagi beberapa saat, kemudian bertanya lagi dan ia tetap menatapku dan tidak menjawab.

Saat Nabi ﷺ selesai mengerjakan shalat, aku berkata pada Ubay, "Tadi aku bertanya kepadamu, tapi engkau malah menatapku dan tidak menjawabku."

Ubay berkata, "Engkau tidak dapat apa-apa dari shalatmu kecuali kesia-siaan saja."

Lalu aku menuju Nabi ﷺ dan bertanya, "Wahai Nabi Allah, tadi aku berada di samping Ubay saat Engkau membaca Surah Bara'ah. Aku bertanya kepadanya kapan surat ini diturunkan, tapi ia hanya menatapku dan tidak menjawab. Kemudian ia mengatakan, "Engkau tidak dapat apa-apa dari shalatmu kecuali kesia-siaan saja."

Nabi ﷺ menjawab, "Ubay benar." (Shahih Ibnu Khuzaimah)

Di awal-awal turunnya perintah shalat, para sahabat boleh saling berbicara dalam shalatnya, sampai turun firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
وَقُوْمُوْا لِلّٰهِ قٰنِتِيْن

"Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan khusyuk." (QS. Al-Baqarah 2 : Ayat 238)

Merekapun tidak boleh lagi berbicara saat sedang melaksanakan shalat, kemungkinan Abu Dzar belum mengetahui tentang ayat tersebut.

Tapi dari riwayat diatas, kita bisa tahu betapa semangatnya Abu Dzar dalam mempelajari ilmu agama. Mendengar surah yang dibaca oleh Rasulullah ﷺ, ia langsung ingin tahu tentang surah tersebut. Saat ia dinilai salah dalam syari'at, ia langsung bertanya kepada sumbernya langsung, yaitu Rasulullah ﷺ.

Petuah Abu Dzar

Sejak memeluk Islam, Abu Dzar telah menjadi seorang pendakwah di jalan Allah ﷻ. Ia berdakwah kepada ayah, ibu, keluarga, serta kabilahnya sampai semua anggota kabilahnya memeluk Islam.

Rasulullah ﷺ bersabda kepada Bani Ghifar,
غفار غفر الله لها، وأسلم سالمها الله

"Kabilah Ghifar semoga mendapat maghfirah (ampunan) Allah ﷻ, dan Kabilah Aslam semoga Allah ﷻ selamatkan."

Di antara petuah Abu Dzar dalam berdakwah, terdapat dalam riwayat yang diriwayatkan dari Shadqah bin Abi Imran bin Hatthan, ia berkata,
"Aku menemui Abu Dzar, kulihat ia berada di mesjid, menyendiri dengan kain hitamnya. Aku bertanya, "Abu Dzar, mengapa menyendiri seperti ini."

Ia menjawab, "Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

الوَحدةُ خَيرٌ مِن جليس السُّوءِ، والجليسُ الصَّالحُ خَيرٌ مِن الوَحدةِ، وإملاءُ الخيرِ خَيرٌ مِن السُّكوتِ، والسُّكوتُ خَيرٌ مِن إملاءِ الشَّرِّ

"Sendirian lebih baik dari pada teman yang buruk, teman yang shaleh lebih baik dari pada sendirian, ucapan yang baik lebih baik dari pada diam, dan diam lebih baik dari pada berbicra yang buruk." (Al-Jami' Ash-Shaghir)

Abu Dzar berkata,
حجوا حجة لعظائم الأمور، وصوموا يومًا شديد الحر لطول يوم النشور، وصلوا ركعتين في سوداء الليل لوحشة القبور

"Berhajilah untuk menghadapi perkara yang besar, berpuasalah di hari yang sangat terik untuk menghadapi panjangnya hari berkumpul (di mahsyar), shalatlah dua raka'at di tengah gelapnya malam untuk menghadapi ngerinya kegelapan kubur." (Hilyatul Auliya)

Abu Dzar Dalam Kesendirian

Setelah Umar bin Al-Khathab radhiyallahu 'anhu wafat, kekhalifahan dipegang oleh khalifah rasyid lainnya, yaitu Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu. Di masa Utsman bin Affan, kekuasaan kaum muslimin semakin meluas. Harta-harta datang berlimpah, dari Persia, Romawi, Mesir, dan lainnya. Orang-orang Arab yang dulunya miskin menjadi kaya, mereka membangun istana dan hidup sebagai penguasa dunia.

Dalam kondisi gemah ripah bangsa Arab tersebut, Abu Dzar merenungi firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْاَ حْبَا رِ وَا لرُّهْبَا نِ لَيَأْكُلُوْنَ اَمْوَا لَ النَّا سِ بِا لْبَا طِلِ وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ وَا لَّذِيْنَ يَكْنِزُوْنَ الذَّهَبَ وَا لْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُوْنَهَا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَا بٍ اَلِيْمٍ 

"Wahai orang-orang yang beriman ! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfakkannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) azab yang pedih." (QS. At-Taubah 9 : Ayat 34)

يَّوْمَ يُحْمٰى عَلَيْهَا فِيْ نَا رِ جَهَـنَّمَ فَتُكْوٰى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوْبُهُمْ وَظُهُوْرُهُمْ ۗ هٰذَا مَا كَنَزْتُمْ لِاَ نْفُسِكُمْ فَذُوْقُوْا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُوْنَ

"(Ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam Neraka Jahanam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS. At-Taubah 9 : Ayat 35)

Saat itu, Abu Dzar tinggal di Syam dengan gubernurnya, Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Syam adalah tanah kaum muslimin yang paling subur dan yang terbaik. Sementara Abu Dzar terus menyerukan pendapatnya tentang ayat tersebut, Mu'awiyah khawatir kedudukan Abu Dzar sebagai sahabat senior akan mempengaruhi banyak orang, sehingga berdampak pada stabilitas pemerintahan.

Namun, ia segan, ia menaruh rasa hormat besar kepada Abu Dzar. Ia tidak berani berdiskusi dengannya, meskipun ia pemimpinnya. Ia pun menulis surat kepada Amirul Mukminin Utsman bin Affan terkait masalah tersebut.

Utsman bin Affan mengundang Abu Dzar untuk datang ke Madinah, lalu terjadilah diskusi panjang antara mereka. Dua orang yang pertama-tama memeluk Islam, berkedudukan mulia, dan lama bersahabat dengan Rasulullah ﷺ.

Di akhir diskusi mereka, Abu Dzar berkata,
"Aku tidak butuh dengan dunia kalian ini."

Kemudian Abu Dzar meminta dengan hormat kepada Utsman untuk mengasingkan diri di Rabadzah, dan Utsman mengizinkannya. Saat berada di Rabadzah, ada seseorang dari Kufah yang menemui Abu Dzar dan mengajaknya untuk memberontak kepada Utsman bin Affan. Dengan spontan Abu Dzar menghardiknya dan berkata,
"Demi Allah ﷻ, seandainya Utsman menyalibku di batang kayu atau mengasingkanku di gunung, pasti aku akan menta'atinya, aku akan bersabar serta berharap pahala, aku berpendapat itulah yang terbaik untukku. Seandainya dia mengungsikan aku dari ufuk ke ufuk, pasti aku akan menta'atinya, aku akan bersabar serta berharap pahala, dan menurutku itulah yang terbaik untukku. Dan seandainya dia mengembalikan aku ke rumahku, pasti aku akan menta'atinya, aku akan bersabar serta berharap pahala, dan menurutku itulah yang terbaik untukku."

Wafatnya Abu Dzar

Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu 'anhu wafat di pengasingan di Rabadzah pada tahun 32 Hijriyah atau 652 Masehi. Hal tersebut sekaligus membuktikan mukjizat kerasulan Muhammad ﷺ.

Beliau ﷺ bersabda tentang Abu Dzar,
رحم الله أبا ذَرّ، يمشي وحده، ويموت وحده، ويبعث وحده

"Semoga Allah ﷻ merahmati Abu Dzar, dia berjalan sendirian, wafat dalam kondisi sendirian, dan dibangkitkan sendirian."
LihatTutupKomentar